Ketua Kelompok DPD di MPR M. Syukur Anggap Pelaksanaan Otonomi Daerah Alami Disorientasi

Dalam membahas permasalahan pelaksanaan otonomi daerah (otoda) di Indonesia, Ketua Kelompok DPD di MPR M. Syukur menggandeng para guru besar dan akademisi untuk mengkaji perbaikan otoda pasca pemilu dan pilkada 2024.

Hadir dalam diskusi Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, M.A (Mantan Dirjen Otda Kemendagri dan Pakar Otonomi Daerah), Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, S.H., M.H. (Guru Besar Hukum Tata Negara UMJ), Prof. Dr. Lili Romli, M.Si (Guru Besar Ilmu Politik UNAS dan Peneliti Senior BRIN), Prof. Dr. Drs. Muhadam Labolo, M.Si (Guru Besar Ilmu Pemerintahan IPDN), Titi Anggraini, S.H., M.H. (Aktivis PERLUDEM dan Dosen Hukum Kepemiluan UI).

Sedangkan darı Pimpinan Kelompok DPD hadir Prof Dailami Firdaus, İr. H. Djafar Alkatiri, Jialyka Maharani, dan Dr. H. MZ Amirul Tamim M.Si.

Syukur mengatakan pelaksanaan Otoda di masa reformasi pernah berlangsung di bawah tiga UU Pemerintahan Daerah yaitu UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004, dan UU No. 23 Tahun 2014.

Namun begitu, dalam pelaksanaannya masih banyak permasalahan yang membuat percepatan kesejahteraan masyarakat di daerah menjadi terhambat. 

Syukur menilai arah dan tujuan Otoda mengalami disorientasi, karena adanya fenomena  resentralisasi. Hal ini terjadi sejak lahirnya UU Minerba dan Ciptakerja yang membuat beberapa kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) telah diambil oleh Pemerintah Pusat

Menurutnya, sejak perizinan ditarik ke pusat urusannya semakin panjang, berbelit-belit dan butuh waktu lama untuk menyelesaikannya. 

Selain itu, Syukur juga menambahkan permasalahan lain yang perlu di-atensi yaitu soal kebijakan moratorium terkait pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB), kemudian soal hubungan keuangan pusat dan daerah, dan soal Pilkada yang aturan mainnya masih belum jelas akibat pernyataan Ketua KPU yang berubah-ubah.

“Saya berharap forum diskusi ini menghasilkan pemecahan permasalahan yang saya ungkapkan tadi, agar pelaksanaan otonomi daerah memberikan manfaat buat masyarakat daerah,” ujar Syukur

Dalam diskusi publik yang diinisiasi oleh Kelompok DPD di MPR telah menghasilkan  beberapa perbaikan, diantaranya:

  • Pelaksanaan Otoda dilakukan secara seimbang tidak terlalu sentralistik dan desentralistik, tetapi diambil jalan tengahnya; 
  • Perlunya pengetatan kelembagaan melalui KenenPAN-RB dan juga melakukan re-organisasi lembaga daerah agar berjalan efektif dan efisien tidak membebani keuangan daerah;
  • Perlunya koreksi terhadap pola kebergantungan daerah kepada pusat;
  • Perlunya perbaikan pola hubungan pusat dan daerah secara adil, proporsional, dan seimbang. Karena selama ini daerah dibebani urusan pemerintahan 70 persen namun pengelolaan anggaran hanya 30 persen, sebaliknya Pemerintah Pusat mengurusi 30 persen urusan pemerintahan, namun mengelola anggaran sampai 70 persen;
  • Perlunya perbaikan sistem pemilu dan Pilkada serentak, dengan membuat jeda 2 tahun, sehingga ada evaluasi terhadap pemilu nasional, yang punya pengaruh terhadap pilkada;
  • Perlunya pengurangan atau penghapusan syarat ambang batas calon kepala daerah untuk menghindari adanya calon tunggal.

Adapun menyikapi hasil evaluasi terkait perbaikan otoda yang sudah disampaikan para guru besar dan akademisi, menurut Syukur akan dijadikan rekomendasi untuk disampaikan kepada Pemerintah Pusat.

“Saya akan bawa masukan-masukan dari guru besar dan akademisi kepada Pimpinan DPD untuk disampaikan kepada Pemerintah Pusat,” kata Syukur. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *