Film tentang Lafran Pane resmi tayang di bioskop-bioskop di Indonesia pada Kamis (20/06/2024). Di tengah gempuran film horror, film ini menjadi tontonan wajib anak-anak muda yang haus akan refrensi tokoh bangsa.
Film dengan judul “Lafran” ini disutradarai oleh Faozan Rizal. Adapun aktor-aktor yang menghiasi film ini adalah Dimas Anggara, yang berperan sebagai Lafran Pane, serta Mathias Muchus, Tanta Ginting, Ariyo Wahab, Lala Karmela, dan Farandika.
“Lafran” mengisahkan tentang sosok pemuda yang idealis dan visioner, menggambarkan perjuangan dan dedikasinya dalam mendirikan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tahun 1947.
HMI merupakan organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia. Banyak tokoh lahir dari Rahim perkaderan HMI, seperti Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, Anies Baswedan, Mahfud MD, dan lain-lain.
Tak ayal, peluncuran film ini mendapat atensi dari banyak pihak. Bahkan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akan menyosialisasikan film tersebut, termasuk melalui media social.
“Kami akan membuat potongan-potongan film ke TikTok. Cuplikan pendeknya film ini, trailer-nyalah. Kami akan sosialisasikan ke daerah,” kata Tito dalam keterangan pada Jumat (21/06/2024).
Profil Lafran Pane
Lafran Pane adalah seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia, Pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia lahir pada 5 Februari 1922 di Padang Sidimpuan, Sumatera Utara.
Lahir dari keluarga yang penuh dengan semangat intelektual dan keaktifan sosial, Lafran tumbuh dalam lingkungan yang sangat mendukung perkembangan dirinya sebagai seorang pemikir dan aktivis.
Lafran Pane lahir dari pasangan Sutan Pangurabaan Pane dan Nurlina Daulay. Ayahnya, Sutan Pangurabaan Pane, adalah seorang jurnalis, sastrawan, dan pendiri serta pemimpin Surat Kabar Sipirok-Pardomuan.
Selain itu, Sutan Pangurabaan juga merupakan seorang guru dan tokoh Muhammadiyah yang mendirikan cabang Muhammadiyah di Sipirok pada tahun 1921.
Dua kakak Lafran, Sanusi Pane dan Armijn Pane, adalah sastrawan terkenal yang karya-karyanya bertebaran di toko buku, perpustakaan, atau internet hingga saat ini.
Dengan latar belakang keluarga seperti ini, Lafran sejak dini terpapar pada dunia intelektual dan pergerakan sosial.
Lafran memulai pendidikannya di Pesantren Muhammadiyah Sipirok dan kerap berpindah-pindah sekolah hingga tingkat menengah. Ia kemudian melanjutkan sekolah di HIS Muhammadiyah dan Sekolah Tinggi Islam (STI).
Sebelum lulus dari STI, Lafran berpindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada April 1948, yang sekarang berganti menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pendiri HMI
Pada masa muda, Lafran Pane aktif dalam berbagai kegiatan pergerakan pemuda. Ia terlibat dalam penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok bersama pemuda lainnya untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Ketika ibu kota negara pindah ke Yogyakarta, Lafran juga ikut pindah dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Islam. Di Yogyakarta, ia terlibat dalam Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY).
Lafran Pane merasa bahwa PMY tidak memiliki fondasi Islam yang kuat. Hal ini mendorongnya untuk keluar dari organisasi tersebut dan mendirikan HMI pada 5 Februari 1947.
Tujuan HMI adalah untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mengembangkan ajaran Islam di kalangan mahasiswa. HMI tidak hanya fokus pada aspek keislaman tetapi juga pada pengembangan intelektual dan kepemimpinan anggotanya.
Organisasi ini terus berkembang menjadi salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia, memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai bidang termasuk politik, sosial, dan pendidikan.
Atas jasa-jasanya, pada tahun 2017 Lafran Pane mendapat penghargaan Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017.
Pemberian gelar ini sebagai pengakuan atas kontribusinya dalam mendirikan HMI dan perannya dalam pembangunan bangsa.
Lafran Pane meninggal pada 24 Januari 1991 di Yogyakarta, namun warisannya terus hidup melalui HMI dan kontribusinya dalam bidang pendidikan dan sosial.