Fungsionaris Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Adhy Yos Perdana mengatakan Rapat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT. Timah Tbk menjadi momentum perbaikan dan evaluasi jajaran komisaris dan direksi.
“Evaluasi BUMN TINS melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT. Timah Tbk menjadi momentum perbaikan dan evaluasi secara keseluruhan BUMN TINS setelah diterpa badai mega korupsi yang menggemparkan Indonesia bahkan dunia,” kata Adhy dalam keterangan tertulis, Kamis (09/05/2024).
Adhy menyampaikan hal tersebut melihat pada kondisi pertimahan yang merosot karena masalah tata kelola, regulasi, hingga masalah korupsi.
Ia menyebut kondisi di Bangka Belitung para penambang tidak dapat menjual timah karena tidak ada yang mau menampung dan membeli timah tersebut imbas dari mega korupsi.
“Para penambang timah tidak dapat menjual timah sebab tidak ada yang mau menampung dan membeli timah dikarenakan sedang terjadi mega korupsi pada tata niaga timah dengan taksiran mencapai Rp 271 Triliun yang mengharuskan penyetopan aktivitas pertimahan yang ada di Bangka Belitung,” jelas Adhy.
“Kondisi tersebut sangat terlihat dengan geliat ekonomi masyarakat Bangka Belitung yang makin hari semakin menurun bahkan di titik terendah,” tambahnya
Ia menjelaskan skema korupsi yang terjadi dilakukan dengan cara yang spektakuler. Pada area blok pertambangan TINS terjadi penambangan ilegal swasta dan hasil penambangan itu kemudian dijual ke TINS dengan harga yang lebih mahal dibanding jika BUMN TINS tersebut menambangnya sendiri.
Menurut Adhy, para tersangka korupsi menyelewengkan wewenang yang dibekali oleh negara berupa fasilitas dan kewenangan untuk mengelola uang rakyat pada BUMN TINS, namun mereka malah kongkalingkong dengan pencuri untuk mengeruk harta bagi kepentingan pribadinya.
Jika dilihat dari teori principal-agent, terlihat bahwa si agen, yakni pengelola BUMN, telah menjadi agen yang jahat. Menurut Fraud Triangle Theory, orang melakukan kecurangan (fraud) termasuk korupsi. Fraud Triangle adalah tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan pembenaran (rationalization).
Konsep segitiga kecurangan ini pertama kali diperkenalkan oleh Donald R. Cressey (1953) dalam disertasinya. Cressey tertarik pada embezzlers yang disebutnya sebagai “trust violators” atau pelanggar kepercayaan, yakni mereka yang melanggar kepercayaan atau amanah yang dititipkan kepada mereka.
“Mereka yang seharusnya menjaga kekayaan negara malah berkhianat dengan merampoknya,” tegas Adhy.
Selain masalah tersebut, kebijakan izin tambang rakyat yang pelaksanaannya masih simpang siur juga berdampak terhadap kondisi ekonomi masyarakat Bangka Belitung yang bermatapencaharian sebagai penambang timah.
RUPS PT Timah
Oleh karena itu, Adhy menyatakan bahwa RUPS PT Timah Tbk ini menjadi momentum bagi Menteri BUMN untuk mengevaluasi jajaran komisaris dan direksi.
Lebih lanjut, Adhy pun memberikan tiga rekomendasi, pertama mendorong proses penegakan hukum atas korupsi tata niaga timah dilakukan secara transparan hingga ke akar-akarnya juga dengan waktu yang efektif.
Kedua, mendorong Menteri BUMN dan Mentri ESDM untuk mengevaluasi jajaran Komisaris dan Direksi PT Timah Tbk.
Dan ketiga, mendorong Pemerintah Provinsi dan DPRD Bangka Belitung mengeluarkan regulasi dan paket Kebijakan mengatasi dampak korupsi yang terjadi di masyarakat.
“Serta mendorong PT. Timah Tbk untuk segera membantu melakukan pemulihan ekonomi masyarakat Bangka Belitung,” tutup Adhy. (*)